Sabtu, 27 September 2025

Mudah bagi orang lain tidak pada dirinya

 الكل حكيم مادامت القصة قصة 

Semua orang menjadi ahli hikmah selama kejadiann itu tidak terjadi pada diri nya ,,, ketika kejadian terjadi pada diri nya maka lain lagi cerita nya.

Kamis, 10 Juli 2025

Nikah

 Rosulullah SAW bersabda :

مَنْ نَكَحَ ِللهِ وَأَنْكَحَ ِللهِ فقد اِسْتَحَقَّ وِلاَيَةَ اللهِ

Barang siapa (suami istri) yang menikah karena Allah, dan (orang tua) menikahkan karena Allah, maka dia berhak mendapatkan lindungan Allah.


Doa mamapelai dan doa para wali mamapelai ketika itu mustajab,,, manakala tidak terkontaminasi dengan perbuatan maksiat.


 فَرَحْ شَهرْ خَسِرْ مَهْر كَسْر ظَهْر هَمٌّ دَهْر
 Kenikmatan hanya Sebulan, Rugi akan Mahar, Punggung terasa hancur (lelah mengurusi pernikahan) dan Penyesalan Sepanjang Masa

Sebagian ulama sampai mengumpulkan 70 niat bahkan ratusan dalam pernikahan. Seorang Ulama Salaf Al Imam Ali Bin Abi Bakar As Sakron memberi panduan kita dalam menata niat dalam pernikahan agar mendapat ridho Allah.


نَوَيْتُ بِهذَا التَّزَوُّجِ وَالزَّوْجَةِ مَحَبَّةَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالسَّعْيَ فِيْ تَحْصِيْلِ الْوَلَدِ لِبَقَاءِ جِنْسِ اْلإِنْسَانِ.
1.      Aku niat dg pernikahan bersama istriku ini untuk mencintai Alloh SWT dan berupaya mendapatkan keturunan demi melanggengkan kehidupan manusia.

نَوَيْتُ مَحَبَّةَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ تَكْثِيْرِ مُبَاهَاتِهِ لِقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَنَاكَحُوْا تَكْثُرُوْا فَإِنِّيْ مُبَاهٍ بِكُمُ اْلأُمَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
2.      Aku niat untuk mencintai Rosululloh SAW dan menambah kebanggaan beliau sebagaimana sabda beliau, “Menikahlah dan perbanyaklah keturunan, karena sesungguhnya aku akan membanggakan kalian dihadapan umat-umat sebelumku di hari kiamat”.

نَوَيْتُ بِهذَا التَّزْوِيْجِ وَمَا يَصْدُرُ مِنِّيْ مِنْ قَوْلٍ وَفِعْلٍ التَّبَرُّكَ بِدُعَاءِ الْوَلَدِ الصَّالِحِ بَعْدُ وَطَلَبَ الشَّفَاعَةِ بِمَوْتِهِ صَغِيْرًا إِذَا مَاتَ قَبْلِي.
3.      Aku niat dg pernikahan ini dan apa-apa yg bersumber dariku, baik perkataan dan perbuatan untuk mendapatkan barokah dari anakku yg soleh kelak, dan mengharap syafaat darinya bila ia meninggal waktu kecil sebelumku.

نَوَيْتُ بِهذَا التَّزْوِيْجِ التَّحَصُّنَ مِنَ الشَّيْطَانِ وَكَسْرَ التَّوَقَانِ وَكَسْرَ غَوَائِلِ الشَّرِّ وَغَضَّ الْبَصَرِ وَقِلَّةَ الْوَسْوَاسِ.
4.      Aku niat dg pernikahan ini membentengi diriku dari syetan, menghancurkan syahwat, menghilang-kan kotoran hati, menundukkan pandangan, & menghindari gangguan syetan.

نَوَيْتُ حِفْظَ الْفَرْجِ مِنَ الْفَوَاحِشِ.
5.      Aku niat menjaga kemaluan dari perbuatan keji.


نَوَيْتُ بِهذَا التَّزْوِيْجِ تَرْوِيْحَ النَّفْسِ وَإِيْنَاسَهَا بِالْمُجَالَسَةِ وَالنَّظَرِ وَالْمُلاَعَبَةِ إِرَاحَةً لِلْقَلْبِ وَتَقْوِيَةً لَهُ عَلَى الْعِبَادَةِ.
6.      Aku niat dg pernikahan ini untuk meredam nafsu dan menghibur diri dg duduk , memandang, dan bersenda gurau bersama istri/suami, demi melipur hati dan meningkatkan semangat dalam beribadah.

نَوَيْتُ بِهِ تَفْرِيْغَ الْقَلْبِ عَنْ تَدْبِيْرِ الْمَنْزِلِ وَالتَّكَفُّلِ بِشُغْلِ الطَّبْخِ وَالْكَنْسِ وَالْفَرْشِ وَتَنْظِيْفِ اْلأَوَانِي وَتَهْيِئَةِ أَسْبَابِ الْمَعِيْشَةِ.
7.      Aku berniat dgnya untuk meringankan beban dalam mengatur rumah tangga dan bertanggung jawab dalam urusan dapur, kebersihan, ruang istirahat, dan mencari nafkah.

وَنَوَيْتُ بِهِ مُجَاهَدَةَ النَّفْسِ وَرِيَاضَتَهَا بِالرِّعَايَةِ وَالْوِلاَيَةِ وَالْقِيَامَ بِحُقُوْقِ اْلأَهْلِ وَالصَّبْرَ عَلَى أَخْلاَقِهِنَّ وَاحْتِمَالَ اْلأَذَى مِنْهُنَّ وَالسَّعْيَ فِيْ إِصْلاَحِهِنَّ وَإِرْشَادِهِنَّ إِلَى طَرِيْقِ الْخَيْرِ وَاْلإِجْتِهَادَ فِيْ طَلَبِ الْحَلاَلِ لَهُنَّ وَاْلأَمْرَ بِتَرْبِيَةِ اْلأَوْلاَدِ وَطَلَبَ الرِّعَايَةِ مِنَ اللهِ عَلَى ذلِكَ وَالتَّوْفِيْقَ لَهُ  وَاْلإِنْطِرَاحَ بَيْنَ يَدَيْهِ وَاْلإِفْتِقَارَ إِلَيْهِ فِيْ تَحْصِيْلِهِ.

8.      Aku niat dgnya untuk melawan hawa nafsu dan melatihnya melalui kepemimpinan dan tanggung jawab keluarga. Juga sabar dg perilaku dan gangguan istri/suami. Dan selalu berupaya memperbaiki prilaku dan selalu membimbingnya ke jalan yg baik. Aku pun berupaya mencari rizki yg halal bagi keluarga serta mendidik mereka dg baik. Aku juga mengharap perhatian dan taufik Alloh dalam semua perkara di atas.Aku hinakan diriku dg bersimpuh di pintu Alloh demi mendapatkan itu semua.

نََوَيْتُ هذَا كُلَّهُ للهِ تَعَالَى.
9.      Aku niat semua ini hanya karena Alloh Ta’ala.

نَوَيْتُ هذَا وَغَيْرَهُ مِنْ جَمِيْعِ مَا أَتَصَرَّفُ فِيْهِ وَأَقُوْلُهُ وَأَفْعَلُهُ فِيْ هذَا التَّزْوِيْجِ للهِ تَعَالَى.
10. Aku niat dalam pernikahan ini dan segala perbuatanku, baik perkataan dan perbuatan, hanya karena Alloh SWT.


وَنَوَيْتُ بِهذَا التَّزْوِيْجِ مَا نَوَى بِهِ عِبَادُكَ الصَّالِحُوْنَ وَالْعُلَمَاءُ الْعَامِلُوْنَ.  
11. Aku niat dg pernikahan ini sebagaimana niatnya para hambaMu yg sholih dan para ulama yg mengamalkan ilmunya.

Selasa, 06 Mei 2025

Hitungan wajib haji

  1. Salah satu kriteria istitho’a adalah : Ada kendaraan menuju Makkah saat memasuki bulan Dzulhijah. 

2. Orang yang telah mendaftar dianggap belum memiliki kendaraan menuju Makkah sebelum ia dijadwalkan berangkat dan memasuki bulan Dzulhijah. Maka seluruh daftar orang yang berada di antrian haji pada dasarnya belum terkena Khitob Wajib haji karena masih menunggu.  

3. Orang yang daftar haji dinyatakan terkena Khitob wajib apabila ia telah memasuki bulan Dzul hijah yang pada bulan itu juga ia sudah dijadwalkan berangkat. 

4.  Jika ia meninggal dalam kondisi ke 3 itulah baru kemudian ia diwajibkan untuk dibadalkan ahli warisnya. 


Pun demikian, jika antum kaji lebih dalam, sebenarnya meskipun telah memenuhi kondisi nomor 3, seseorang tetap tidak terkena Khitob wajib haji karena sistem Visa haji sebenarnya adalah pemalakan. Nah, adanya pemalak ini menyebabkan kita tidak wajib haji juga. 

«تحفة المحتاج في شرح المنهاج وحواشي الشرواني والعبادي» (٤/ 21):

«(فَلَوْ خَافَ عَلَى نَفْسِهِ) أَوْ بَعْضِهِ (أَوْ مَالِهِ) ، وَإِنْ قَلَّ (سَبُعًا أَوْ عَدُوًّا) مُسْلِمًا أَوْ كَافِرًا (‌أَوْ ‌رَصَدِيًّا) وَهُوَ مَنْ يُرْصِدُ النَّاسَ أَيْ يَرْقُبُهُمْ فِي الطَّرِيقِ أَوْ الْقُرَى لِأَخْذِ شَيْءٍ مِنْهُمْ ظُلْمًا (وَلَا طَرِيقَ) لَهُ (سِوَاهُ لَمْ يَجِبْ الْحَجُّ) لِحُصُولِ الضَّرَرِ» 

«قَوْلُ الْمَتْنِ (‌أَوْ ‌رَصَدِيًّا) بِفَتْحِ الصَّادِ الْمُهْمَلَةِ وَسُكُونِهَا نِهَايَةٌ وَمُغْنِي وَمِثْلُ الرَّصَدِيِّ بَلْ أَوْلَى كَمَا هُوَ ظَاهِرٌ أَمِيرُ الْبَلَدِ إذَا مَنَعَ مِنْ سَفَرِ الْحَجِّ إلَّا بِمَالٍ وَلَوْ بِاسْمِ تَذْكِرَةِ الطَّرِيقِ

Minggu, 16 Februari 2025

Mengejar dunia untuk akhirah

 


Haeder

Hadits

Bekerja: Antara Dimensi Duniawi dan Ukhrawi

Senin, 5 Juni 2023 | 06:00 WIB

Bekerja: Antara Dimensi Duniawi dan Ukhrawi

Ilustrasi: kerjakeras - nelayan - buruh (Frepik).Bekerja, meskipun mewujud sebagai aktivitas duniawi, ia sebenarnya terbuka bagi masuknya nilai-nilai religius dengan perantara niat yang baik. Rasululllah Saw bersabda:


كم من عمل يتصور بصورة أعمال الدنيا ويصير بحسن النية من أعمال الأخرة، وكم من عمل يتصور بصورة أعمال الأخرة ثم يصير من أعمال الدنيا بسوء النية


“Betapa banyak aktivitas menyangkut urusan dunia namun lantaran niat yang baik, berubah menjadi aktivitas yang bernilai akhirat. Sebaliknya, betapa banyak aktivitas keagamaan kemudian menjadi aktivitas duniawi belaka lantaran niat yang buruk.”  


Maka dari itu, bekerja mengais rezeki dengan segala bentuknya yang halal, mulai dari bertani, berdagang, berprofesi, karyawan dll. Dapat bernilai ibadah jika didorong oleh motif (niat) yang baik. Rasululllah Saw bersabda:


من طلب الدنيا حلالاً استعفافاً عن المسألة، وسعياً على أهله، وتعطفاً على جاره بعثه الله يوم القيامة ووجهه كالقمر ليلة البدر. ومن طلب الدنيا حلالاً مُكاثراً مفاخراً مُرائياً لقي الله تعالى يوم القيامة وهو عليه غضبان


“Barangsiapa yang mengais rezeki dengan cara yang halal dengan alasan (a) menjaga (harga diri) untuk tidak meminta-minta kepada orang lain, (b) untuk menyukupi kebutuhan keluarga dan (c) merasa simpati kepada tetangganya (tidak mau merepotkan tetangga) maka ia akan dibangkitkan kelak di Hari Kiamat dengan wajah berseri laksana rembulan purnama. Sebaliknya, barangsiapa mencari rezekii halal dengan tujuan (a) untuk berasaing dan berlomba-lomba mengumpulkan harta, (b) menyombongkan diri dan (c) memamerkan (kekayaan), maka ia akan menjumpai murka Allah Swt kelak di hari kiamat.” 


Dikisahkan bahwa suatu ketika Nabi Daud As. berkeliling menyusuri wilayah kekuasaannya. Karena ia seorang raja dan berharap tidak ada seorangpun yang mengenalinya, ia memutuskan untuk menyamar sebagai warga sipil. Setiap warga negara yang berpapasan dengannya akan dimintai pendapat dan komentar tentang dirinya (Nabi Daud As). Atas perintah Allah Swt, Malaikat Jibril As. segera menghampirinya dengan merubah wujud sebagai manunsia (berkamuflase). Segera saja Nabi Daud As melontarkan pertanyaan kepada Malaikat Jibril As yang tidak dikenalnya lantaran berwujud manusia, “Wahai pemuda, bagaimana komentarmu tentang Daud?Tanya Nabi Daud As. 


Dengan jujur dan apa adanya Malaikat Jibril As menjawab, “Daud adalah sebaik-baiknya hamba Allah. Hanya saja masih ada satu prilaku yang kurang berkenan,” segera Nabi Daud As menimpali, “Apa gerangan prilaku itu?” Dengan sangat terbuka Malaikat Jibril As menjawab, “Dia (Daud) masih memakan uang hasil kas kaum muslimin (bait al-Mal). 3 Padahal tidak ada seorang hamba yang lebih dicintai Allah Swt melebihi seorang yang yang makan dari hasil jerih payahnya sendiri.” 


Mendengar hal itu Nabi Daud As bergegas pulang dan bersimpuh di bawah mihrab dengan berlinang air mata, seraya memohon kepada Allah Swt, “Duhai Tuhanku, berilah hamba keahlian dalam berterampil sehingga dengannya hamba bisa bekerja dengan usaha sendiri dan tidak lagi bergantung kepada harta umat muslim.” Segera saja doa Nabi Daud. didengar dan dikabulkan oleh Allah Swt. Ia dikaruniai keahlian dalam membuat baju zirah (baju besi), dan sejak saat itu –setelah menyelesaikan tugasnya sebagai pemimimpi yang melayani kebutuhan masyarakatnya—Nabi Daud As bekerja sebagai pengrajin baju besi untuk menghidupi diri pribadi beliau dan segenap keluarganya. 4 Hal ini sebagaimana tercermin dalam Al-Quran surah Saba’ ayat 10:

ADVERTISEMENT BY ANYMIND


۞ وَلَقَدْ اٰتَيْنَا دَاوٗدَ مِنَّا فَضْلًاۗ يٰجِبَالُ اَوِّبِيْ مَعَهٗ وَالطَّيْرَ ۚوَاَلَنَّا لَهُ الْحَدِيْدَۙ


“Sungguh, benar-benar telah Kami anugerahkan kepada Daud karunia dari Kami. (Kami berfirman), ‘Wahai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang kali bersama Daud!’ Kami telah melunakkan besi untuknya.” (QS. Saba' [34]: 10).
 

وَعَلَّمْنٰهُ صَنْعَةَ لَبُوْسٍ لَّكُمْ لِتُحْصِنَكُمْ مِّنْۢ بَأْسِكُمْۚ فَهَلْ اَنْتُمْ شٰكِرُوْنَ

ADVERTISEMENT BY ANYMIND


“Kami mengajarkan pula kepada Daud cara membuat baju besi untukmu guna melindungimu dari serangan musuhmu (dalam peperangan). Maka, apakah kamu bersyukur (kepada Allah)?” (QS. Al-Anbiyā [21]:80)

 
Dengan demikian, bekerja merupakan salah satu bentuk aktivitas berdimensi akhirat bila disertai dengan niat yang baik, seperti untuk menghindari ketergantungan kepada orang lain, memenuhi kebutuhan keluarga dan sebagainya. Syekh Tsabit al-Banani mengatakan: “Telah sampai kepadaku kabar bahwa sesungguhnya nilai ibadah terbagi menjadi sepuluh bagian/porsi. Satu porsi terkandung dalam ritual peribadatan formal (spt salat, haji dll) dan sembilan porsi sisanya terkandung dalam aktivitas yang menjadi mata pencaharian (bekerja).”


Sumber:

1. Syekh az-Zarniji, Ta’lim al-Muta’allim, (Surabaya: Nurul Huda, tt), hal, 10

2. Syekh Nashr bin Muhammad as-Samarqandi, Tanbih al-Ghafilin, (Damaskus: Dar Ibn Katsir, 2000), hal, 40

3 Sebenarnya bait al-Mal bagi Nabi Daud As adalah halal, sebab beliau adalah seorang raja yang bertanggung jawab penuh atas kemaslahatan rakyatnya. Sehingga beliau memiliki hak dari sebagian harta bait al-Mal sebagai bayaran/gaji atas kerja dan jasa beliau. Wallahu a’lam


Artikel di atas merupakan karya dari Muhammad Afin, peserta lomba artikel dalam rangka Harlah 1 Tahun NU Online. 

Sabtu, 18 Januari 2025

Kenalilah kebenaran

 Seruan Sayyidina Ali untuk Pencari Kebenaran

Senin, 7 November 2016 | 10:00 WIB

Seruan Sayyidina Ali untuk Pencari Kebenaran


لَا تَعْرِف الْحَقَّ بِالرِّجَالِ ، اعْرِفْ الْحَقَّ ، تَعْرِفْ أَهْلَهُ

"Jangan kenali kebenaran berdasarkan individu-individu. Kenalilah kebenaran itu sendiri, otomatis kau akan kenal siapa di pihak yang benar." (Sayyidina Ali bin Abi Thalib)

Kalimat ini dikutip Imam al-Ghazali dalam Ihyâ’ ‘Ulûmiddîn, juga kitab karyanya yang lain, Mîzânul 'Amal, ketika membahas tentang etika pencari ilmu dan guru. Imam al-Ghazali di kedua kitab tersebut menjelaskan tentang pentingnya mengetahui sesuatu secara objektif, apa adanya. Sebab, setiap ilmu secara analitis terlepas dari unsur indvidu manusia.

Pernyataan ini mengandung asumsi bahwa sesungguhnya manusia memiliki potensi untuk mengetahui kebenaran secara mandiri. Memilah antara orang yang menyatakan "kebenaran" dan kebenaran itu sendiri penting agar kita tidak bias dalam menilai sesuatu. Tidak setiap yang datang dari orang yang kita cintai atau kagumi adalah benar, dan tidak pula seluruh yang bersumber dari orang yang sangat kita benci atau musuhi adalah salah. Di sinilah kemandirian berpikir sekaligus ketawadukan seorang pembelajar ditantang dan diuji. Ini juga menguatkan ungkapan populer yang berseru, "Lihatlah apa yang dikatakan, jangan lihat siapa yang mengatakan."

Pernyataan tersebut juga bukan berarti bahwa belajar kepada guru tidak penting. Justru sebaliknya, guru dalam pengertian luas bisa tersebar di mana-mana, bahkan siapa dan apa saja. Hanya saja, yang penting dicatat bahwa pembelajar adalah orang yang sedang mencari kebenaran, bukan sekadar menyerap informasi dari orang. Wallâhu a'lam

Mudah bagi orang lain tidak pada dirinya

 الكل حكيم مادامت القصة قصة  Semua orang menjadi ahli hikmah selama kejadiann itu tidak terjadi pada diri nya ,,, ketika kejadian terjadi pa...